Selasa 21 Apr 2020 00:13 WIB

Wabah Sudah Menyusahkan, Jangan Lukai Lagi Masyarakat

Pandemi virus corona berdampak besar pada semua kehidupan masyarakat.

Pandemi Virus Corona: Ilustrasi masker.
Foto: www.freepik.com
Pandemi Virus Corona: Ilustrasi masker.

Oleh: Trimanah, MSi, Dosen Ilmu Komunikasi UNISSULA Semarang/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Komunikasi USAHID Jakarta

Wabah Covid-19 benar-benar sudah menjungkirbalikkan dunia sedemikian rupa, terutama untuk masyakat kelas menengah kebawah. Hidupnya sontak berubah. Dunia seperti runtuh. Kehidupan betul-betul sedang menjadi ujian baginya. 

Bahkan menurut berita di salah satu mendia menyebutkan bahwa artis yang konon katanya kaya dan bergelimang harta, kini hidupnya tak jauh berbeda dengan orang kebanyakan. 

Mereka harus membayar berbagai cicilan, termasuk membayar pajak, tetapi pada saat yang sama tak ada pemasukan sama sekali karena tidak ada order syuting atau bernyanyi. 

Para PNS, karyawan kantoran, dan orang-orang yang memiliki penghasilan tetap setiap bulanpun, tak luput dari ujian ini. Selama masa pandemi ini, rata-rata mereka hanya mendapatkan gaji bulanan, yang itupun sudah dialokasikan untuk membayar cicilan rumah dan kendaraan. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka kelimpungan. 

Tak ada lagi insentif kegiatan, tak ada lagi perjalanan dinas, tak ada lagi lembur. Mereka yang tadinya masih bisa hidup cukup enak, kini tak bisa lagi merasakan keenakan itu. Mereka harus mengirit dan lebih perhitungan. 

Keadaan yang lebih sulit pastinya dialami oleh mereka para pekerja harian lepas, yang penghasilannya tidak tetap dan tidak tentu seperti para buruh, pedagang kaki lima, driver ojol, tukang parkir, karyawan toko, dan lain-lain. 

Mereka ini tadinya masih bisa makan walau seadanya, sekarang bingung memikirkan akan makan apa lagi esok hari. Mereka tak bisa mengirit karena memang tidak ada lagi yang bisa diirit.

Bahkan ada yang sampai harus makan rambanan atau daun-daunan atau umbi-umbian yang mereka cari di kebun.  

Dalam situasi seperti itu, mereka masih harus dihantui akan kemungkinan terpapar covid-19. Bila sudah terpapar, maka nyawa bisa jadi taruhannya. Bila nyawa hilang, maka akan ada anggota keluarga yang juga akan kehilangan tulang punggung keluarga. Makin runyam situasinya.

Sayangnya, pemerintah kelihatan  kurang peka terhadap situasi di atas. Bukannya lebih mengutamakan bagaimana caranya meringankan kesusahan saudara-saudara kita yang seperti runtuh dunia baginya, tetapi justru melakukan atau mengatakan hal-hal yang semakin melukai perasaan mereka. 

Publik tidak bisa memisahkan antara pesan apa saja yang disampaikan atau diwacanakan oleh pemerintah dengan situasi saat ini. Dalam komunikasi kita mengenal teks dan konteks. 

Teks disini dimaknai sebagai pesan atau wacana, dan konteks adalah situasi yang berhubungan dengan hal-hal yang sedang diwacanakan. Pemahaman konteks yang baik akan mendukung sebuah keberhasilan dalam komunikasi.

Dalam konteks atau situasi sekarang ini, ada menteri yang antusias membicarakan rencana program pariwisata. Baginya wabah ini adalah peluang mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Asumsinya, saat ini ada negara-negara yang dianggap sudah melewati masa krisis seperti China, Korea dan Jepang, di mana warga di sana sudah jenuh menghadapi wabah, akan tertarik untuk refreshing dan berlibur. Indonesia akan menjadi destinasi pariwisata yang menjanjikan bagi mereka. 

Oleh karena itu, Indonesia menyiapkan strategi pariwisata termasuk menyiapkan alat test untuk mendeteksi turis yang terinveksi virus.

Kita masih ingat, sebelum mulai masa pandemi, ada menteri yang lain pernah mengatakan Indonesia memiliki alat deteksi virus seperti yang dimiliki oleh Amerika. Nyatanya alat itu tidak berfungsi untuk mendeteksi WN Jepang yang terinfeksi, yang dari WN Jepang itulah kasus positif covid pertama dan kedua di Indonesia bermula. 

Bisa jadi, alat yang dibicarakan oleh dua orang menteri ini adalah alat yang sama. Kalau begitu, siapa yang menjamin bahwa turis yang nanti datang dari Negara-negara itu bersih dari virus? 

Ada menteri yang memilih kebijakan membebaskan ribuan napi di tengah masa pandemi. Napi ini adalah napi tindak pidana umum seperti perampok, pencuri, pembegal. 

Sebelum masa pandemi dimana ekonomi masih cenderung stabil, mereka sudah memilih jalan melakukan tindakan kriminal demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Apalagi sekarang. Di masa serba sulit ini, kejahatan yang sama berpotensi akan mereka ulangi lagi. 

Coba kita lihat di pemberitaan di media, sudah berapa banyak berita tentang napi program asimilasi ini yang kembali melakukan kejahatan yang sama dan harus kembali memasuki jeruji besi. 

Di tengah maraknya kasus kejahatan dari napi program asimilasi ini, ada pejabat yang malah meminta para ketua RT, ketua RW dan masyarakat agar mengawasi eks-napi ini. Masyarakat sudah ketiban beban, malah ditambahi beban baru lagi. 

Belum lagi para anggota dewan di gedung DPR sana yang masih maju tak gentar membahas RUU Omnibus Law yang konrtoversial itu. Terkesan DPR sedang mengambil kesempatan dalam kesempitan. 

Di masa pandemi ini memang banyak orang yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Tetapi bukan berarti itu kemudian dimanfaatkan untuk memuluskan peng-goal-an RUU ini.   

Ada lagi menteri yang dengan wajah tanpa beban mengatakan pemerintah akan tetap melanjutkan rencana pemindahan ibu kota. Rakyat dibuat terperangah. 

Negara saat ini memang sedang menghadapi masa genting. Genting karena ekonomi mandek disebabkan mewabahnya covid 19. 

Negara genting karena ada potensi jutaan warganya terpapar virus dan harus mendapatkan perawatan dan pengobatan di sejumlah fasilitas kesehatan dalam waktu bersamaan sambil tetap harus melayani pengobatan untuk penyakit-penyakit lainnya. 

Ironi sekali ketika kemudian ada menteri yang justru cara berfikirnya lebih mendahulukan kepentingan ekonomi dan kelanjutan pemindahan ibu kota daripada keselamatan masyarakat. Ekonomi bisa saja terpuruk, pembangunan boleh saja terhenti, tapi nanti masih bisa dibangkitkan lagi. Tapi kalau orang yang mati karena wabah, bagaimana membangkitkannya lagi? 

Masyarakat sudah dihimpit banyak kesulitan dalam masa pandemi yang tidak jelas kapan akan berakhir ini, jangan tambah lagi dengan melukai mereka dengan program dan pernyatan-pernyataan yang tidak sejalan dengan program melawan covid 19. 

 

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement