Ahad 19 Apr 2020 20:46 WIB

FKM UI: Pemerintah Belum Punya Target Selesaikan Pandemi

Pemerintah harus punya target bagaimana implementasi intervensi itu harus dilakukan.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Gita Amanda
Virus corona (ilustrasi). Pemerintah dinilai belum memiliki target penyelesaian pandemi Covid-19.
Foto: www.freepik.com
Virus corona (ilustrasi). Pemerintah dinilai belum memiliki target penyelesaian pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menyatakan, pemerintah belum mempunyai target waktu untuk menyelesaikan pandemi Covid-19. Ketika pemerintah menetapkan target waktu, lalu dilanjutkan dengan keseriusan melakukan berbagai intervensi untuk mencegah penyebaran virus.

"Sampai sekarang kita nggak punya target, problemnya, kita harus menyelesaikan kapan? Nggak ada. Kita harus punya target bagaimana implementasi intervensi itu harus dilakukan," ujar Staf Pengajar FKM UI, Pandu Riono dalam diskusi virtual "Pilkada 9 Desember 2020, Mungkinkah?", Ahad (19/4).

Baca Juga

Apalagi, kata dia, Indonesia memiliki agenda yang jelas seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Padahal, pemerintah dapat menentukan target menyelesaikan Covid-19 dengan segala intervensi atau kebijakan untuk menekan penyebaran virus corona.

Pandu menyayangkan fakta bahwa pemerintah tidak memiliki target dalam menyelesaikan pandemi Covid-19. Menurutnya, negara-negara yang berhasil menangani virus corona adalah negara dengan tingkat responsif yang tinggi untuk mencegah penyebarannya.

Ia mencontohkan, pemerintah Indonesia saat ini justru hanya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) per daerah, tidak dalam skala nasional. Hal ini berdampak pada kapan penyelesaian waktu yang dibutuhkan secara keseluruhan.

"PSBB saja belum nasional, karena harapan kita adalah jangan sampai menyelesaikan hanya provinsi tertentu saja yang sudah menyelesaikan, tapi provinsi lain belum selesai," kata Pandu.

Selain itu, pemerintah juga belum menentukan indikator spesifik operasional yang harus dicapai dalam menangani Covid-19 hingga dapat mencabut PSBB tersebut. Termasuk kapan pemerintah bisa mencabut kedaruratan kesehatan masyarakat dan kapan status bencana nasional Covid-19 berakhir.

"Walaupun kita mungkin tidak mencapai tenggat yang ingin kita menyelesaikan masalah ini, tapi setidak-tidaknya kita punya konsentrasi yang harus kita fokuskan. Karena kita harus saving lives," tutur Pandu.

Ia mengatakan, pandemi virus corona dikatakan berakhir secara mudah ketika orang terpapar virus corona yang masuk ke rumah sakit terus menurun. Angka kasus orang yang positif Covid-19 dan kasus meninggal akibat Covid-19 terus menurun drastis.

"Masih ada orang yang sakit, tapi kelipatannya makin lama makin panjang, jadi tidak menjadi problem lagi," kata Pandu.

Tim Pakar FKM UI melakukan pemodelan terhadap efek intervensi ang dilakukan pemerintah terhadap jumlah kasus orang yang membutuhkan perawatan rumah sakit karena Covid-19. Efek ini dibagi ke dalam tiga kategori intervensi yakni intervensi rendah, moderat, dan tinggi yang harus sudah termasuk deteksi kasus rutin, penelusuran kontak, dan karantina mandiri.

Intervensi rendah yakni dengan jaga jarak sosial secara sukarela dan membatasi kerumunan massa. Intervensi moderat dengan tes massal cakupan rendah dan mengharuskan pembatasan sosial, serta intervensi tinggi dengan tes massal cakupan tinggi dan mewajibkan PSBB secara nasional.

Pandu memaparkan, jika pemerintah mengimplementasikan intervensi rendah maka jumlah orang yang membutuhkan perawatan mencapai 1,6 juta orang. Sedangkan intervensi moderat mengakibatkan 800 ribu orang dan intervensi tinggi membuat 300 ribu orang membutuhkan perawatan rumah sakit karena Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement