Kamis 16 Apr 2020 15:15 WIB

Kebutuhan Zakat di Kalangan Muslim Inggris Meningkat

Peningkatan kebutuhan zakat karena dampak covid-19.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Muhammad Hafil
Kebutuhan Zakat di Kalangan Muslim Inggris Meningkat. Foto: Ilustrasi Zakat
Foto: Republika/Prayogi
Kebutuhan Zakat di Kalangan Muslim Inggris Meningkat. Foto: Ilustrasi Zakat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kebutuhan zakat di kalangan Muslim Inggris meningkat tajam terlepas dari kondisi Covid-19. Bahkan, National Zakat Foundation (NZF) mengatakan, pihaknya telah menerima jumlah aplikasi tertinggi untuk bantuan pada 10 April lalu.

Dilansir dari 5pillarsUK, Kamis (16/4), NZF juga menegaskan pada 10 April merupakan hari tersibuk dalam sejarahnya. Di mana dalam hari itu ada 166 orang yang mencari bantuan. NZF juga mengatakan, karena krisis Covid-19 saat ini, diperkirakan akan ada lebih banyak orang yang jatuh miskin, meskipun perjuangan kebutuhan pokok masih dilakukan.

Baca Juga

"Para ahli akan terus mencoba dan memprediksi dampak jangka panjang dari krisis kesehatan publik ini terhadap perekonomian, tetapi di sini, saat ini, kami telah melihat efeknya terhadap yang paling rentan di komunitas kami," kata NZF.

Lembaga itu menambahkan, banyak muslim di seluruh negeri telah mengajukan permohonan kepada NZF untuk bantuan dan dukungan. Karenanya, dengan adanya para pembayar zakat, bantuan sudah mulai didistribusikan oleh tim hibah.

“Dengan bantuan Allah, kami berhasil memenuhi kebutuhan ini dan membantu banyak Muslim yang berjuang membeli makanan, bahan makanan, dan kebutuhan pokok lainnya,"tambahnya.

Sementara itu, penasihat ekonomi IMF Gita Gopinath mengatakan, ketidakpastian ekonomi dan berapa lama musibah akan berlanjut sangat berpengaruh pada keadaan. Bahkan, menurut dia, kebutuhan untuk mencegah kegiatan ekonomi, utamanya menahan virus, dikhawatirkan mengarah ke krisis.

Lebih jauh, hal tersebut juga ditakutkan para pengamat ekonomi, di mana kekhawatiran ekonomi Inggris untuk menyusut sekitar 35 persen ditakutkan terjadi pada musim semi ini. Jumlah tersebut juga belum diperkirakan dua juta lebih pengangguran yang akan terdampak karenanya.

Alhasil, spekulasi peningkatan jumlah orang kehilangan pekerjaan seperti itu, akan mengembalikan negara itu dari kondisi terakhir yang tercatat dalam resesi awal 1990-an. Utamanya, ketika Inggris jatuh dari Mekanisme Nilai Tukar Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement