Jumat 27 Mar 2020 12:37 WIB

Indef: Dunia Menuju Krisis, tapi Masih Bisa Ditangani

Pemerintah RI masih cenderung lambat untuk menahan wabah Covid-19

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi.
Foto: Republika
Pertumbuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyebutkan, situasi perlambatan ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19) sudah menjadi gejala yang mengarah ke krisis ekonomi. Tapi, apabila penanganannya tepat, gejala ini bisa sembuh dan krisis tidak akan terjadi.

Kunci utama dalam penanganan situasi sekarang adalah penyetopan penyebaran virus agar tidak menjalar lebih luas. Rizal mengatakan, kebijakan refocusing dan realokasi anggaran dari pos eksisting ke pos public health spending (PHS) menjadi kunci utama.

Baca Juga

"Tinggal keberanian pemerintah saja untuk eksekusinya," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (27/3).

Salah satu pos yang dapat dimanfaatkan adalah anggaran untuk infrastruktur, baik di daerah maupun pusat. Pembangunan yang bersifat tidak penting sebaiknya segera dialihkan untuk PHS. Rizal mengatakan, PHS yang optimum menjadi urgent dalam situasi pandemi Covid-19.

Kebijakan tersebut diiringi dengan insentif untuk menjaga konsumsi masyarakat dan stimulus produksi industri. Diketahui, kedua aspek ini menghadapi tekanan besar dengan penurunan aktivitas ekonomi akibat kebijakan social distancing dan working from home sekarang.

Rizal mengakui, pemerintah masih cenderung lambat untuk menahan wabah Covid-19, sehingga kodnisinya jauh lebih berat. Idealnya, sejak Desember atau awal tahun, pemerintah sudah menyiapkan berbagai skenario kebijakan dan dampak risiko secara minimal.

"Tapi, awal Maret baru mulai, bahkan kebijakan yang dilakukan sangat paradoks," tuturnya.

Rizal memberikan contoh, kebijakan pemerintah untuk membuka keran sektor pariwisata sebesar-besarnya bagi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Kebijakan ini justru membuat penyebaran Covid-19 semakin sulit dibendung. Selain itu, berbagai kebijakan lain yang tidak antisipatif, terutama dari sisi pasokan.

Tapi, situasi ini dapat diperbaiki apabila pemerintah melakukan refocusing dan realokasi anggaran ke PHS, kebutuhan masyarakat serta industri secara signifikan. "Jika kebijakan ekonomi saat ini yang diambil tidak tepat, tentu resikonya bisa seperti tahun 1998,"  ujar Rizal.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah memanfaatkan seluruh instrumen kebijakan secara sinkron dan bersama-sama satu arah untuk menghadapi potensi resesi global. Kebijakan ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia, juga negara-negara G20.

Di tingkat multilateral, Sri menambahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) akan meningkatkan kemampuan untuk mendukung negara berkembang dan berpendapatan rendah dalam menghadapi capital flight (pelarian modal). IMF berkomitmen mendukung melalui direct swap line.

Kebijakan tersebut merupakan unprecedented atau belum pernah terjadi. "Artinya, ini terobosan untuk mencegah negara-negara yang tadinya tidak mengalami masalah risiko forex (foreign exchange) maupun likuiditas," ujar Sri dalam sambungan konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/3) malam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement