Rabu 11 Mar 2020 11:09 WIB

Psikiater: Anak tak Bisa Disebut Sebagai Psikopat

Psikiater tak sepakat jika anak pelaku krimintalitas sadis disebut sebagai psikopat.

Konferensi pers terkait kasus pembunuhan bocah lima tahun yang dilakukan oleh seorang remaja. Psikiater tak sepakat jika anak pelaku krimintalitas sadis disebut sebagai psikopat.
Foto: Republika/Flori Sidebang
Konferensi pers terkait kasus pembunuhan bocah lima tahun yang dilakukan oleh seorang remaja. Psikiater tak sepakat jika anak pelaku krimintalitas sadis disebut sebagai psikopat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli kesehatan jiwa tak sepakat jika anak pelaku kriminalitas sadis disebut sebagai psikopat. Secara keilmuan, psikopat dikenal sebagai gangguan kompleks dalam konseptualisasi pribadi yang terbentuk setelah seseorang menjadi dewasa.

"Jadi kalau kita bicara konsep kepribadian yang terganggu, harusnya namanya kepribadian itu baru terbentuk setelah individu memasuki usia dewasa," kata psikiater anak dr Tjhin Wiguna SpKJ ketika dihubungi dari Jakarta pada Rabu.

Baca Juga

Usia dewasa, menurut Tjhin, adalah usia 18 tahun ke atas. Pada usia itu, iagangguan kepribadian bisa dideteksi berdasarkan hasil pemeriksaan komprehensif oleh pakar.

Anak-anak atau remaja yang belum memasuki usia dewasa, menurut Tjhin, belum bisa dikatakan mengalami gangguan kepribadian atau memiliki sifat psikopat karena kepribadian terbentuk saat seseorang memasuki usia dewasa. Psikiater yang berpraktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu menjelaskan, psikopat adalah konseptual kepribadian yang terganggu yang ditandai dengan beberapa dimensi gangguan, seperti perilaku antisosial dan impulsif yang disertai dengan beberapa respons lain.

Sebagai psikiater anak, Tjhin tidak akan mendeskripsikan seorang anak atau remaja sebagai psikopat. Namun, dia mengakui bahwa ada gangguan kompleks yang bisa terjadi pada anak, seperti gangguan tingkah laku (conduct disorder).

"Conduct disorder cenderung lebih menunjukkan perilaku yang timbul pada masa perkembangan anak, di mana perilakunya lebih cenderung melanggar hak asasi manusia atau perilaku kurang bersosialisasi," kata dia.

Kendati demikian, menurut Tjhin, gangguan perilaku tersebut belum bisa digunakan untuk menilai apakah anak memiliki sifat-sifat psikopat. Penjelasan tersebut terkait dengan kasus pembunuhan anak usia lima tahun yang dilakukan oleh remaja perempuan berusia 15 tahun di Jakarta.

Remaja perempuan itu kemudian menyerahkan diri kepada polisi dan mengaku telah membunuh anak tetangganya. Dia sudah menjalani observasi kejiwaan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement