Selasa 28 Feb 2012 09:59 WIB

Indonesia 7 Summits Expedition (4): Memulai Pendakian Vinson Massif

Bejalan di atas salju sambil menarik sled.
Foto: Martin Rimbawan
Bejalan di atas salju sambil menarik sled.

Sabtu 31 Desember 2011, roti bakar dan selai strawberi asam manis terasa segar di mulut, diselingi seteguk kopi hitam yang masih mengebul. Suhu di luar cukup hangat berkisar di angka 5° Celcius. Jam tangan masih menunjukkan pukul sembilan lewat beberapa menit.

Menu kedua selesai diolah, telur instant (berbentuk bubuk) dicampur dengan air dan susu, lalu digoreng orak-arik. Cukup tambahkan garam dan lada hitam, tambah lagi sambal Indonesia, rasanya jadi cukup mantap.

Aku membersihkan jatah di piringku, mengeringkan isi gelas, mengisi botol air minum, lalu kembali ke tenda untuk berbenah. Teman-teman yang lain juga melakukan hal yang sama.

Setelah memasukkan semua barang pribadi seperti perlengkapan tidur dan pakaian-pakaian yang tak akan terpakai (celana dan jacket hard shell, down suit, mitten, pakaian cadangan), crampon dan barang lainnya, maka yang terakhir dilakukan adalah membongkar tenda dan mengemasnya.

Barang yang sama sekali tidak dibutuhkan, seperti ransel kecil, paspor dan tetek bengek lain, kami masukkan dalam plastik lalu ditimbun di bawah es. Usai ditimbun, bagian atasnya diberi bendera agar dapat ditemukan kembali. Tenda juga tak perlu dibawa semua, hanya satu tenda tidur yang kami akan bawa ke Low Camp. Di sana Garret sudah menimbun tenda dan barang-barang dari pendakian sebelumnya.

Ini merupakan salah satu kelebihan AAI dibandingkan perusahaan lain, mereka menyediakan cukup banyak tenda dan barang lain sehingga di setiap camp tenda-tenda tersebut dapat ditimbun untuk sewaktu-waktu dipakai. Setelah musim pendakian tahun ini selesai, mereka tetap menimbunnya untuk digunakan pada tahun berikutnya, dan demikian seterusnya.

Total beban yang harus kami bawa mencapai 35 kilogram. Kami membagi kira-kira 10 kilogram di ransel yang berisi:

1. Pakaian yang dibutuhkan bila suhu tiba-tiba turun seperti down jacket, sarung tangan tebal dan mitten, masker wajah, google.

2. barang-barang ringan bervolume besar agar tak memakan tempat dalam duffle bag seperti matras dan matras tiup

3. Dua buah botol 1 liter berisi air untuk diperjalanan.

4. Ice axe (kapak es) disangkutkan pada loop di ransel

Sisanya, seberat 25 kilogram, semua dimasukkan ke dalam duffle bag. Duffle bag ini kemudian diikatkan pada sled.

Ransel berukuran 100 liter sudah menempel mantap di punggung kami. Sled yang dilengkapi prusik dan carabiner kemudian dikaitkan padanya, sehingga pada saat kami berjalan akan ikut tertarik. Sled dipasangkan pada ransel, tidak pada harness agar beratnya tak hanya dipikul oleh pinggang. Tali karmantel dinamis dengan diameter 9 milimeter kami kaitkan pada carabiner (cincin kait) utama pada harness. Beberapa prusik dan carabiner lainnya menggantung di sisi kiri kanan untuk digunakan pada saat darurat.

Kami berenam di-split menjadi dua tim tali. Garret memimpin tim 1 diikuti Huda dan Martin. Sedang aku di tim 2 diikuti Fajri dan Iwan. Nyawa kami saling terkait oleh tali sepanjang 30 m. Bila salah satu dari kami terperosok ke dalam crevasse maka yang lain menahan atau ikut terseret. Rasa saling percaya sangat dibutuhkan.

Selain itu kami harus menjaga jarak agar tali tak terlalu kendur atau kencang. Bila ada yang terjatuh ke dalam crevasse saat tali sedang kendur maka momentumnya menjadi lebih besar sehingga takkan tertahan oleh yang lain. Bila tali terlalu kencang akan membebani yang berjalan di depan. Susah-susah mudah memang.

Meninggalkan Base Camp (2.100 m) menuju Low Camp (2.750 m)

Tepat pukul dua belas siang kami mulai berjalan meninggalkan base camp. Timnya Vern sudah berangkat lebih dulu sejam yang lalu. Kami melangkah perlahan saja tak terburu-buru. Medan lintasan bersalju lunak tak terlalu menanjak kami lahap dengan nikmat. Kedua tangan menggenggam ski pool (tongkat ski) untuk membantu agar kaki tak terlalu lelah. Cuaca sangat cerah, tak ada angin yang bertiup. Suhu meningkat menjadi 15° Celcius. Kami hanya mengenakan long john, jaket polar dan celana softshell. Memperkirakan jarak tempuh di medan es atau salju dengan mata telanjang sering tak akurat, kecuali sudah terbiasa.

Sudah satu jam berjalan, kami melihat kebelakang dan base camp masih terlihat dekat. Saat dicek pada GPS (Global Positioning System) ternyata kami sudah berjalan sejauh 2 kilometer. Garret mempersilahkan kami untuk beristirahat sejenak. Kami melepas ransel dan duduk di atas sled. Makanan ringan yang dibagikan dan kami pilih secara bebas kemarin kami keluarkan dari topi ransel lalu memakannya.

Penting untuk makan setiap satu jam agar kadar gula dalam darah tidak drop. Makanan ringan yang dibagikan pada kami juga  tidak sembarangan, semuanya memiliki kalori yang cukup tinggi. Penting pula untuk banyak minum, karena air dapat membantu tubuh beraklimatisasi terhadap ketinggian.

Minum air sebanyak 3-4 liter sehari dapat mencegah darah menjadi terlalu kental karena kadar hemoglobin yang meningkat dalam darah karena menyesuaikan dengan ketinggian. Darah yang terlalu kental menyebabkan peredarannya terhambat dan jantung harus bekerja lebih keras. Selain itu bagian tubuh yang jauh dari jantung seperti ujung jari tangan dan kaki akan kekurangan suplai darah dan terasa lebih dingin dan dapat terancam terkena frost bite (radang beku).

Jadi, salah satu kunci sukses melakukan pendakian di gunung-gunung yang tinggi adalah minum, minum, dan minum! Tiap beristirahat pastikan pula anda mengoleskan lip balm (balsem bibir) dan sun screen (tabir surya) dengan kadar SPF 40 atau lebih.

Kami kembali berjalan selangkah demi selangkah, perlahahan tapi pasti. Setiap jamnya kami berhenti sekitar sepuluh menit untuk istirahat, makan dan minum. Medan lintasan masih menanjak landai, sesuai dengan kontur di peta.

Beberapa waktu kemudian kami mulai melihat sekumpulan tenda-tenda dikejauhan. Ya, low camp sudah dekat dan kami makin semangat melangkah.  Tak lama kemudian kami pun tiba bersamaan dengan timnya Vern, tepatnya pukul enam sore lebih beberapa menit. Rasa senang mengalahkan rasa lelah.

Kami sudah berjalan selama enam jam lebih, mendaki setinggi 650 meter dengan jarak 9 kilometer. Senyum tampak di wajah kami semua, bahkan di wajah Garret. Pendaki lain yang sudah berada di sana terlebih dahulu mengucapkan selamat datang dengan ramah.

Kami membongkar barang timbunan milik AAI, mengeluarkan tenda-tenda dan mendirikannya. Tenda dapur berbentuk kerucut juga kami dirikan, bagian dalamnya kami gali membentuk bangku melingkar dilengkapi dengan meja untuk memasak. Lalu santap malam kami olah bersama-sama, menunya nasi + ikan salmon goreng+ rendang. Sebenarnya hanya Iwan yang memasak, sedangkan kami hanya menyemangatinya. Hehe... Kami makan dengan lahap karena selain enak kami semua memang sangat lapar.

Beberapa jam lagi adalah perayaan pergantian tahun, namun kami terlalu mengantuk untuk merayakannya. Alunan musik dari tenda Vern di seberang mengantar kami masuk ke alam mimpi.

Ardeshir Yaftebbi (Wanadri)

W 859 Hujan Rimba

Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas relawan AlamSemesta.

AlamSemesta Institute didukung oleh Mer-C dan Wanadri.

Mention Yukk, Satu jenis kosmetik yang ada di Meja rias Kamu!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement